Kemuncualan aliran Pembaharu (Apollo dan Diwan)

 

Kemunculan aliran pembaharu yaitu  Kelompok yang namanya diambil dari nama majalah ini dipelopori oleh Ahmad Zaki Abu Syadi (1892—1955). Ia seorang dokter dan ahli bakteriologi yang lama tinggal di Inggris dan Amerika. Ia banyak mempelajari sastra Inggris dan Perancis, khususnya karya-karya Keats, Shelly, Woordsworth, Dickens, Arnold Bennett, dan G.G. Shaw. Setelah kembali ke Mesir, Abu Syadi menerbitkan sebuah majalah yang diberi nama “Apollo” dengan dua bahasa pengantar, Inggris dan Arab, yang di antaranya memuat karya-karya sastra jenis puisi.

Apollo sesungguhnya adalah nama dewa puisi bangsa Yunani. Nama Apollo dipilih agar menjadi sumber inspirasi bagi para sastrawan. Selain Abu Syadi, sastrawan yang tergabung dalam aliran ini antara lain Ibrahim Naji, Kamil Kaylani, dan Sayyid Ibrahim (Saqr, 1981: 84—85). Apollo memiliki obsesi untuk menyatukan dan memberikan wadah bagi para penyair untuk mengembangkan bakat seninya. Apabila modernisasi aliran Diwan banyak menghasilkan karya baik puisi maupun prosa, maka modernisasi kelompok Apollo lebih banyak menghasilkan konsep tentang karya sastra. Menurut Abu Syadi, Apollo mempunyai lima tujuan:

(1) mengangkat puisi Arab dan mengarahkan kegiatan para penyair kepada arah yang baik;

 (2) membantu kebangkitan seni di dunia puisi;

(3) mengangkat derajat puisi baik di mata sastra, sosial, dan ekonomi, serta mencegah eksklusivitasnya;

 (4) menumbuhkan sikap tolong menolong dan persaudaran di kalangan sastrawan;

(5) memerangi monopoli dan menciptakan kebebasan puisi. Menurut al-Shabi, Apollo memang tidak menjadi aliran yang jelas, akan tetapi merupakan revolusi yang dahsyat untuk mewujudkan kebebasan dan kesempurnaan puisi.

Artinya, kelompok ini berhasil menjadikan prinsip-prinsip kelompok menjadi akar gerakan dalam mewujudkan tujuan (Adonis, 1986: 114—115). Dengan melihat tokoh dan latar belakang kehidupan kesastraannya, sudah barang tentu kelompok ini akan membawa sikap dan napas tersendiri dalam kehidupan sastra Arab modern. Ide pembaruan atau ciri khas yang paling pokok, yang kemudian banyak pengaruhnya dalam kehidupan perpuisian Arab modern, ialah pembebasan diri dari konvensi qafiah tunggal dengan dukungan musikalitas yang rapi dan kemampuan ekspresi yang dalam.

Baik kelompok Diwan maupun aliran Apollo sama-sama melakukan counter attack terhadap gerakan neoklasik yang masih mempertahankan corak puisi lama. Mereka mengajak pada perubahan yang total. Aliran ini mengkritik metode taklid pada karya klasik yang dilakukan kelompok neoklasik. Menurut kelompok ini, hal itu seharusnya tidak boleh dilakukan. Adapun sikap yang baik adalah mengambil aspek yang baik saja sebagai bahan pertimbangan untuk menciptakan karya sendiri, sehingga tetap orisinal. Syukri menekankan bahwa ketika penyair Arab membaca sastra bangsa lain, mereka seharusnya hanya ingin memperbarui makna dan menemukan kreativitas baru, bukan menjiplak (Brugman, 1984: 96).

Ada sejumlah ciri khas puisi hasil kreasi kelompok Apollo. Pertama, puisi sentimentil atau curahan hati, namun dengan kadar yang berlainan antar penyair sesuai dengan faktor milieu, kebudayaan, dan pembentukan kejiwaan masing-masing. Kedua, puisi kecintaan pada alam sebagaimana kecintaan para penyair Mahjar dan Romantik dengan menjadikannya alat pengkonkretan kondisi kejiwaan dan sikap mereka pada kehidupan dan manusia. Ketiga, puisi bebas (al-Syi’r al-Mursal) dengan mengabaikan rima. Keempat, beberapa penyair menyatakan emosi cinta dalam kerangka pengalaman subjektifnya. Kelima, beberapa penyair mengekspresikan kegagalannya menarik dan mendapatkan wanita lalu melukiskannya sebagai orang yang gegabah, kurang pertimbangan, dan suka berkhianat.

Perbedaan kelompok Apollo dengan kelompok diwan yaitu Kelompok diwan dipelopori tiga sastrawan, yaitu Abd al-Rahman Syukri (1889-1958), Abbas Mahmud al-‘Aqad (1889-1964), dan Ibrahim Abd al-Qadir al-Mazini (1890-1949). Grup ini telah membawa perkembangan yang cukup berarti bagi perpuisian Arab, meskipun dalam banyak hal masih bergantung pada aliran romantik yang dikembangkan Khalil Mutran dan banyak dipengaruhi oleh romantisme sastra Inggris. Akan tetapi, dengan konsep-konsepnya, mereka telah membawa puisi Arab pada bentuk dan citra yang lain, baik dari Mutran maupun neoklasik. Menurut Ahmad Qabbisy, ada tujuh ciri pembaruan mereka, yang terpenting di antaranya ialah: memberi tekanan pada kesatuan organisme puisi, menolak adanya pola kesatuan qāfiyah atau qāfiyah tunggal, menekankan pada variasi dan kebebasan qāfiyah, dan yang jauh lebih ditekankan lagi adalah makna. Tidak jarang kelompok Diwan ini juga memasukkan pemikiran-pemikiran filsafat pada puisi-puisinya (Qabbisy, 1971: 223). Kecenderungan ini telah menandai terjadinya perpisahan positif dari tradisi neoklasik menuju era baru aliran romantik dalam puisi Arab modern. Selain itu, dalam aliran ini terdapat adanya pembaharuan dalam topiknya, khususnya dalam hal yang menyangkut tentang masyarakat dan kehidupan, serta kasus-kasus yang terjadi di masyarakat; adanya pembaharuan dalam deskripsi dan majaznya; dan adanya pengaruh aliran simbolis dalam kesusastraan Arab, di mana para sastrawan atau penyair menggunakan simbolsimbol sebagai sarana pengungkapan perasaan dan pikiran mereka. Kelompok Diwan sesungguhnya merupakan antitesis dari aliran Neo Klasik. Kelompok ini melakukan kritikan tajam terhadap aliran Neo Klasik. Sejumlah kritik yang mereka ajukan antara lain:

a. Al-Tafakfuk, yaitu puisi-puisi yang dihasilkan aliran Neo Klasik dinilai tidak memiliki kesatuan tema.

 b. Al-Ihalah, yaitu upaya yang dilakukan Neo-Klasik justru membuat makna puisi menjadi rusak karena berisikan sesuatu yang bombastis, tidak realistis, dan tidak masuk akal.

c. Al-Taqlid, yaitu puisi-puisi Neo Klasik tidak lebih dari pengulangan apa yang sudah dilakukan para sastrawan.

Karena kelompok Diwan lebih menonjolkan kritik dan sanggahan terhadap Neo Klasik yang muncul terlebih dahulu, maka sesungguhnya lebih tepat dikatakan kelompok ini sebagai aliran kritik, atau dengan kata lain dapat dikatakan para pengusung aliran ini sebagai aliran kritikus daripada sebagai sastrawan atau penyair dalam upaya mereka memberi perubahan yang berarti bagi perkembangan dan apresiasi sastra.

 

Referensi : dikutip dari “jurnal perkembangan puisi arab modern oleh Taufiq A Dardiri”


#AYO KULIAH DI UIN RADENFATAH 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEMA 13 : YUSUF IDRIS

Satra Mahjar

TEMA 14 : TAUFIQ HAKIM