Satra Mahjar
Dalam perkembangan sastra arab modern muncul
istilah sastra arab mahjar(diaspora). Mahjar berasal dari kata hajara, yang
artinya berpindah ke tempat lain atau menetap. Menurut Atho‟illah (2008: 210-211)
kata diaspora itusendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti penyebaran.
Dapat ditarikkesimpulan tentang pengertian sastra arab mahjar(diaspora) yaitu
sastra arab yangmuncul dari sekelompok orang yang telah melalukan penyebaran
diluar tanahairnya/ sastra arab rantauan. Rantauan disini maksudnya adalah
orang Arabimigran yang singgah atau menetap di negara non arab kemudian
menciptakankarya sastra; contohnya seperti masyarakat Arab yang pindah ke
wilayahAmerika.
Kelompok penyair Mahjar (The Emigran
Poet) ini hidup di Amerika, terutama Amerika Utara dan Selatan. Mereka
kebanyakan datang dari Lebanon dan Syiria. Di Amerika Utara, tepatnya di New
York berdiri perkumpulan sastrawan al-Rabitah al-Qalamiyah atau Liga Pena
(1920). Sedang di Amerika Selatan, yaitu di Sau Paulo berdiri al-‘Ushbah
al-Andalusiyah atau Liga Andalusia (1923). Konsep pembaruan yang paling
menonjol dan cukup matang digagas oleh kelompok al-Rabitah al-Qalamiyah.
Sedangkan pada al-‘Ushbah al-Andalusiyah lebih bersifat konservatif. Anggota
dari kelompok pertama antara lain Jibran Khalil Jibran (1883-1931), Mikhail
Nu’aimah (1889), Iliya Abu Madhi (1894-1957), Rasyid Ayub (1871-1941), dan
lain-lain. Sastrawan paling popuer dalam kelompok ini adalah Jibran Khalil
Jibran, yang kebetulan juga pendiri dan ketua kelompok ini. Penulis-penulis
kelompok ini pada umumnya mendapat pengaruh dari sastra romantik dan sastra
kaum transendentalis Amerika, terutama Emerson, Longfellow, Whittier, clan
Whitman. Namun warna kepenyairan yang kuat pengaruhnya dan paling menonjol
adalah karya dan konsep yang dilontarkan Jibran. Karya-karya Jibran banyak
diwarnai oleh pemberontakan terhadap modus pemikiran yang telah mapan, dan
mendapat pengaruh dari Nietzsche, Blake, Rodin, aliran romantik dan
transendentalis Amerika, dan mistisisme Timur. Selain itu, ia juga berhasil
menciptakan gaya penulisan puisi baru, yaitu bentuk puisi-prosa. Model Jibran
ini kemudian populer dengan istilah Jubraniyyah atau Gibranisme yang di antara
cirinya tidak mau terikat pada aturan-aturan baku tata bahasa Arab. Selain
tokoh-tokoh dan aliran yang disebut di atas, sesungguhnya masing-masing negara
berbahasa Arab mempunyai caranya sendiri dalam membenahi budayanya sehingga
tidak ada keseragaman mutlak.
Sebagai contoh, perkembangan sastra
di Irak lebih sering diwarnai oleh agitasi politik dan ideologi yang
mengakibatkan timbulnya pergolakan dan revolusi, seperti terjadi pada 1958 dan
1960 sampai pada Revolusi 1968 yang dikatakan membawa angin baru kepada seni
dan budaya dengan diterbitkannya kembali buku-buku sastra. Banyak pengarang
Irak yang terpengaruh oleh suasana demikian sehingga pernah lahir yang disebut
Penulis Angkatan 60, dan sebagainya. Namun demikian, semua aliran di berbagai
penjuru tanah Arab spiritnya tetap sama, yaitu perubahan dan pembaruan. Para
sastrawan mahjar di atas menginginkan suatu bentuk baru yang cenderung bebas
yang kini dikenal dengan sebutan alSyi’r al-Hur atau al Mursal (bebas sajak dan
wazan), dan al-Syi’r alMantsur (bebas wazan tetapi terkadang masih bersajak).
Langkah ini sebagai bentuk gugatan terhadap kemapanan sastra Arab klasik yang
tidak diekspresikan dengan penuh perasaan, emosi, dan perlu diperbaharui sesuai
dengan perkembangan dunia sastra modern (Dasuki, 1973). Sastra Arab Mahjar
merupakan hasil akulturasi dua budaya (Timur-Barat) bahkan akulturasi
multikultural yang ditopang oleh kekuatan ruhani dan daya imajinasi sastrawan
diaspora. Secara umum karya kelompok ini dapat dicirikan sebagai karya sastra
romantis, humanistis, dan seringkali mistis. Dari segi bentuk pengungkapannya,
sastra Arab diaspora lebih menekankan pada isi pesan sebuah karya daripada
diksi, dan lebih cenderung bebas dan terlepas dari kaidah-kaidah penciptaan
karya sastra Arab terutama pada genre puisi yang selalu berwazan dan bersajak
(bermatra). Lebih spesifik lagi, karakteristik sastra Mahjar terutama puisi,
antara lain: campuran dari unsur dinamis spiritualitas Timur dan romantisme
Barat, penuh nada kerinduan pada tanah air, keluhan atas perasaan terasing di
tempat baru, concern terhadap masalah-masalah politik dan sosial tanah air,
reflektif terutama puisi-puisi kelompok al-Rabitah al-Qalamiyah, humanitarianisme
yang tidak mengenal batas dan perbedaan makhluk, cinta alam, dan
pengungkapannya sederhana.
Tokoh-tokoh dan karya sastra mahjar
1. Ali Ahmad Bakatsir al-KindiLahir di Surabaya,
Indonesia, tahun 1910 M. Ayah dan ibunya dariHadramaut. Pada usia 8 tahun ia
dikirim ayahnya ke Hadramaut untuk belajarilmu agama dan bahasa Arab mulai dari
tingkat Kuttab, kemudian melanjutkan ke Ma'had ad-Diny. Sejak usia
13 tahun ia sudah mulai menulis puisi. Setelah lulusBakaloreat di kota Siwuun,
Hadromaut, pada tahun 1934 ia masuk Fakultas AdabUniversitas Mesir, mengambil
jurusan Sastra Inggris, dan tamat tahun 1939Kemudian masuk Ma'had Tarbiyyah Li al-Mu'allimim,
tamat tahun1940(Bahrudin:2002). Di antara karya-karya Ba
Katsir yang terkenal antara lain, Wa Islamah,sebuah novel yang menceritakan
perjuangan umat Islam saat diserbu pasukanMongol
dan „Audat al-Firdaus [Kembalinya surga
Firdaus] yang bercerita tentang perjuangan rakyat Indonesia merebut
kemerdekaan.
2. Taha Husen
(1889-1975)
Ia lahir di
Mughaghah, sebuah desa di Mesir, namun ia mengalami butamata sejak umur 2 tahun. Taha husen adalah
sastrawan terkenal pada era modern,ia dikenal sebagai tokoh modernis pada tahun
1920-an, sehingga diberi julukan
“bapak kesusastraan
Arab”. Ia belajar kesusastraan Arab di Universitas Mesir di
bawah bimbingan
seorang orientalis Nailino dan Littman. Ia menulis disertasinyatentang penyair
buta abad 4, yaitu Abu al-Ala al-Ma’arri di Alepo. Kemudian iadikirim ke Sorbonne di Paris dan menulis disertasi
keduanya tentang Ibn Kaldunantara tahun 1915-1919(Sutiasumarga, 2001:
123). Taha husen menulis buku lebih dari 20 buku, seperti novel danautobiografi. Autobiografinya telah diterjemahkan sedikitnya 15 bahasa
dan salahsatunya dalam Bahasa Indonesia.
Refernsi ; dikutip dari “ jurnal perkembangan puisi arab modern
karya Taufiq A Dardiri
#AYO KULIAH DI UIN RADENFATAH
Komentar
Posting Komentar