Aliran Neoklasik Dalam Pembaharuan Sastra

 

Tahukah kalian bahwa Pelopor aliran neoklasik puisi Arab atau biasa disebut alMuhāfizun adalah Mahmud Sami al-Barudi dan Ahmad Syauqi. Fenomena kemunculan pemikiran dan gerakan neoklasik memiliki peranan penting dalam sejarah Arab modern, sebagaimana halnya gerakan yang sama terjadi dalam kebudayaan Barat. Apabila neoklasik dalam kebudayaan Barat berorientasi menghidupkan sastra Yunani dan Latin kuno, maka neoklasik Arab berkeinginan untuk membangkitkan kembali keindahan puisi Abbasiyah , seperti puisi-puisi pada zaman abbasiyah yakni  Abu Nuwas, Abu Tamam, Ibnu Rumi, al-Mutanabbi, al-Ma’arri, dan al-Buhturi. Keindahan puisi Abbasiyah secara stilistika dikombinasikan dengan semangat baru ialah sebagai reaksi atas kedatangan Napoleon ke Mesir tahun 1798, yang menandai masuknya kebudayaan Perancis ke dunia Arab. Gerakan yang dipelopori al-Barudi dan Syauqi ini disambut dan didukung para sastrawan lain di Mesir seperti Hafiz Ibrahim, Ismail Sobri, dan Ali al-Jarim; Ma’ruf al-Rasasi dan Jamil Sidqi di Irak; serta Basyarah al-Khauri di Lebanon.

Produk puisi yang dihasilkan oleh para penyair neo-klasik pada masa itu merupakan lanjutan dari tradisi skolastik yang lebih mementingkan kepandaian berbahasa daripada visi pribadi sehingga sebagian besar dari puisi mereka lebih mengedepankan kemerduan dan keindahan bunyi ketika dibacakan sehingga lebih bersifat oratoris daripada bersifat akrab dan liris.

Namun demikian, karena para penyair neo-klasik berpedoman pada “selera yang baik”, “kehalusan”, dan “kecermatan” dalam struktur dan gaya, serta cenderung untuk -dengan penuh perasaan- mengungkapkan tema-tema sosial dan patriotik, maka jelas mereka itu telah menghidupkan kembali bahasa puisi yang sudah membatu, menghidupkan kembali kepekaan estetik yang sudah mati, sehingga pada dasarnya puisi mereka merupakan ungkapan otentik tentang gagasan-gagasan dan aspirasi-aspirasi yang berlaku di masa itu.

 

Aliran Neo Klasik umumnya masih memelihara kaidah puisi Arab secara kuat, misalnya keharusan menggunakan wazan (pola) dan qāfiyah (rima), jumlah katanya sangat banyak, uslūb-nya (gaya atau cara seseorang mengungkapkan dirinya dalam tulisan) sangat kuat, tematemanya masih mengikuti masa sebelumnya, seperti madah (pujian-pujian), ritsa (ratapan), ghazal (percintaan), fakhr (membanggakan diri atau kelompok), dan adanya perpindahan dari satu topik ke topik yang lain dalam satu qasidah . Namun dalam perkembangannya, mulai ada beberapa inovasi yang dilakukan sejumlah penyair.

 

Referensi ;

“dikutip dari jurnal perkembangan puisi arab modern oleh Taufiq A Dardiri”

https://sastraarab.com/2018/11/01/puisi-arab-modern-dari-abad-ke-19-hingga-abad-ke-21-bagian-i/

 #AYO KULIAH DI UIN RADENFATAH 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEMA 13 : YUSUF IDRIS

Satra Mahjar

TEMA 14 : TAUFIQ HAKIM